NEWSTICKER

Warisan Politik ala Presiden Joko Widodo

N/A • 5 June 2023 05:25

Beberapa bulan belakangan, Presiden Jokowi terus menggaungkan narasi kesinambungan dan keberlanjutan. Berbagai manuver politik dilakukan dengan alasan untuk mengamankan legasi Jokowi di masa depan. Parpol koalisi pun diorkestrasi agar sikap politik menopang ambisi Jokowi.

Narasi kesinambungan dan keberlanjutan awalnya dilihat sebagai sebuah kewajaran. Narasi itu dianggap sebagai aspirasi seorang Bapak Bangsa yang ingin menyejahterakan rakyatnya. Namun metode yang digunakan Presiden Jokowi makin tidak sejalan dengan prinsip demokrasi. 

Pekan ini terungkap niat Presiden Jokowi untuk cawe-cawe dalam pesta demokrasi. Saat bertemu sejumlah pemimpin redaksi di Istana, Presiden Jokowi menjelaskan motivasi politik cawe-cawenya yaitu untuk memastikan presiden berikutnya mampu meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia.

Jokowi menjadi presiden pertama Indonesia yang turun tangan untuk menyiapkan penggantinya. Dengan dalih untuk kepentingan negara, Presiden Jokowi melegitimasi berbagai manuver politiknya. Padahal ada alasan kuat mengapa Presiden diminta menjauhi kepentingan politik sesaat.

Boleh jadi ada itikad baik di balik sikap Jokowi. Namun pengamat menilai politik cawe-cawe dapat berdampak buruk terhadap proses demokrasi.

"Kalau misal negara tidak netral, maka proses demokrasi dalam konteks Pemilu 2024 menjadi dipertanyakan kredibilitas, keterbukaan, dan juga rasa keadilannya." ungkap analis politik, Ahmad Khoirul Anam.

Narasi keberlanjutan sangat mudah diselewengkan sebagai dalih melanggengkan kekuasaan. Cukup sulit mencari kebenaran. Penggunaan narasi kesinambungan dan keberlanjutan sebagai alasan memanipulasi suksesi kepemimpinan.

Faktanya kita memiliki UU No.25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Isinya menyatakan Pemerintah merancang rencana pembangunan jangka panjang (RPJP) untuk kurun waktu 20 tahun. RPJP dijabarkan dalam rencana pembangunan jangka menengah (RPJM) dengan skala waktu lima tahun yang memuat visi misi dan program pembangunan presiden terpilih.

Itu artinya program setiap presiden baru harus berpedoman pada rencana yang dibuat pada era presiden sebelumnya. Jadi tak perlu Jokowi repot menyiapkan pengganti. Cukup siapkan rencana pembangunan untuk masa 2025-2045.

Begitu pula kepastian kesinambungan dan keberlanjutan proyek pembangunan Ibu Kota Nusantara telah dijamin melalui Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022. Itu artinya siapa pun yang terpilih sebagai presiden wajib melanjutkan pembangunan IKN.

Faktanya sejumlah program unggulan Presiden Jokowi butuh waktu puluhan tahun ke depan. Program hilirisasi industri misalnya, dipastikan Luhut Binsar Panjaitan tidak akan selesai hingga 2040. Sedangkan program transisi energi untuk mencapai net zero emission ditargetkan baru tercapai pada 2060. Begitu pula pembangunan IKN yang dibagi dalam tiga tahap hingga 2045.

Akan celaka jadinya bila kesinambungan dan keberlanjutan diperlakukan Jokowi sebagai warisan yang diberikan kepada sosok yang direstuinya. Indonesia bukan negara monarki, namun menganut sistem demokrasi. Dalam negara demokrasi setiap pemimpin tidak diharamkan memiliki gaya tersendiri asalkan bertujuan untuk membangun negeri.

Jangan kita lupakan rezim Orde Baru memakai narasi kesinambungan dan keberlanjutan untuk melanggengkan kekuasaan. Agar gejolak politik dapat dihindari Pak Harto memimpin dengan 'tangan besi'. Demokrasi di manipulasi agar kelompok penguasa selalu memenangi kompetisi. Orde Baru tidak mengenal oposisi karena lawan politik selalu direpresi.

Namun rakyat akhirnya menyadari demokrasi lebih berharga daripada pertumbuhan ekonomi. Melalui Gerakan Reformasi, kebebasan berpolitik dan berekspresi dapat kita nikmati hingga saat ini.

Tak heran bila bacapres Koalisi Perubahan untuk Persatuan, Anies Baswedan, mengingatkan adalah rakyat yang menentukan suksesi kepemimpinan bukan tangan-tangan kekuasaan.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Metrotvnews.com

(Anggie Meidyana)