Jakarta: Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak mengubah ketentuan dalam Peraturan KPU (PKPU) Nomor 10 Tahun 2023 soal pembulatan desimal ke bawah keterwakilan bakal calon anggota legislatif atau bacaleg perempuan di setiap daerah pemilihan atau dapil. Padahal, Ketua DPR Puan Maharani dan Ketua MPR Bambang Soesatyo telah meminta KPU mempertimbangkan ulang regulasi tersebut untuk menghasilkan pemilu yang lebih inklusif.
Ketua Divisi Hukum dan Pengawasan KPU RI Mochammad Afifuddin mengatakan tidak ada rencana mengubah ketentuan dalam PKPU Nomor 10 Tahun 2023. Posisi KPU sesuai dengan hasil kesimpulan rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi II pada Rabu, 17 Mei 2023, yang meminta KPU tidak perlu merevisi PKPU tersebut.
"Belum ada (rencana revisi)," kata Afif, Jakarta, Sabtu, 27 Mei 2023.
Sementara itu, Ketua KPU Hasyim Asy'ari telah menggelar konferensi pers sepekan sebelum RDP dengan Komisi II. Hasyim mengatakan pihaknya akan merevisi beleid Pasal 8 ayat (2) yang berpotensi mengurangi keterwakilan perempuan di Parlemen. Langkah KPU saat itu mendapat dukungan dari Bawaslu dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Atas kegamangan KPU tersebut, Puan mendorong adanya aturan pemilu yang mendukung peningkatan keterwakilan perempuan di Parlemen. Sebab, anggota perempuan memiliki peranan penting dalam memperjuangkan hak perempuan, ibu, dan anak.
"Jadi aturan pemilu harus mendukung peningkatan keterwakilan perempuan di Parlemen, bukan malah sebaliknya," ujar Puan.
Dalam kesempatan berbeda, Bamsoet menagih komitmen KPU agar menepati janji dalam mendukung pemilu yang inklusif gender dan mendorong pemenuhan keterwakilan perempuan dalam proses pemilu. Dia juga meminta KPU mengkaji ulang aturan teknis penghitungan pembulatan desimal ke bawah yang terkandung dalam Pasal 8 ayat (2) PKPU Nomor 10 Tahun 2023.
"Agar pemilu dapat secara penuh memenuhi inklusif gender dan mendukung keterwakilan perempuan dalam proses pemilu," ujar dia.
Pasal 8 ayat (2) PKPU 10 Tahun 2023 dinilai bertentangan dengan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Sebab, Pasal 245 UU Pemilu menyatakan daftar caleg di setiap dapil memuat paling sedikit 30 persen keterwakilan perempuan.
Keterwakilan perempuan di bawah 30 persen dimungkinkan, misalnya, dimungkinkan dengan dapil yang hanya memperebutkan empat kursi. Sebab, empat kursi di dapil itu akan menghasilkan angka 1,2 kursi perempuan jika dikalikan dengan kuota minimal 30 persen.
Sedangkan berdasarkan PKPU, pembulatan 1,2 menjadi hanya 1 kursi perempuan, bukan 2 kursi jika dilakukan pembulatan ke atas. Adapun persentase satu dari empat kursi adalah 25 persen, bukan 30 persen. (Tri Subarkah)